Minggu, 12 Mei 2013

VOYEURISME



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sesuatu yang tidak biasa terjadi seringkali dikatakan sebagai kelainan. Demikian juga dalam hal seksual. Adakalanya terjadi deviasi seksual pada sebagian orang. Deviasi seksual merupakan ganguan arah dan tujuan seksual. Arah dan tujuan, dalam hal ini bukan lagi merupakan pasangan seks yang lain (dalam hal hubungan heteroseksual yang dianggap normal). Cara utama untuk mendapatkan kepuasan seksual ialah dengan objek lain atau dengan cara lain yang dianggap keluar dari batas normal. Umumnya deviasi seksual ini dikategorikan sebagai parafilia. Parafilia merupakan gangguan perilaku psikoseksual, yang menyimpang dari norma-norma dalam hubungan seksual yang secara sosial tidak dapat diterima. Penderita senantiasa menggunakan fantasinya untuk mencapai kepuasan seksual. Fantasi ini cenderung berulang mendadak dan terjadi dengan sendirinya. Penyebab utama biasanya berhubungan dengan faktor psikologis. Sedangkan gangguan fungsi karena kelainan atau gangguan organik pada alat kelamin, tidak dimasukkan dalam parafilia. Istilah voyeurism, dari kata Prancis berarti melihat, mengacu pada keinginan untuk memandang tindakan dan ketelanjangan hubungan seks. Voyeurisme ialah keadaan seseorang yang harus mengamati tindakan sexual atau ketelanjangan (orang lain) untuk memperoleh rangsangan dan pemuasan seksual. Voyeurisme adalah preokupasi rekuren dengan khayalan dan tindakan yang berupa mengamati orang lain yang telanjang atau sedang berdandan atau melakukan aktivitas seksual. Gangguan ini juga dikenal sebagai skopofilia. Masturbasi sampai orgasme biasanya terjadi selama atau setelah peristiwa. Voyeurisme ini merupakan kegiatan mengintip yang menggairahkan dan bukan merupakan aktivitas seksual dengan orang yang dilihat.
Menurut penelitian yang dilakukanl embaga kesehatan Jerman, Bremen Health  awal Juli 2006 lalu, di negara Jerman, Swiss,  Austriadan Perancis sebanyak 43 % dari pelaku Voyeurisme melakukan pengintipan dari ruang kos atau apartemen.Sementara 17 % melakukan dari jendela hotel, 24 % melakukannya ke rumah tetangga, sedangkan 66 % mengintip siapa saja yang penting wanita, baik dikenal maupun pacar sendiri,sedang ganti baju, mandi, sedang bersetubuh, ataupun sedang mengganti pembalut. Arti dari hasil tersebut adalah komposisi ruang memang bisa berganti, namun bagi yang terbiasa melakukan kegiatan mengintip, setiap kesempatan kelihatannya akan dimanfaatkan untuk mengekspresikan perbuatan itu. Meski perbuatannya itu tergolong dalam kategori kelainan seksual. Masih menurut hasil penelitian Bremen Health, para pecandu mengintip ini jutru paling besar berpendidikan setingkat SMU, Diploma, S1, dengan status lajang dan banyak melakukan hal ini dikeramaian. Adapun  obyek bagian tubuh wanita yang menjadi sasaran adalah bagian dada wajah dan leher. Sementara bagi mereka yang berpendidikan S1 atau Pascasarjana, kegiatan mengintip ini dilakukan dengan cara yang lebih modern. Artinya mereka menggunakan binocular untuk menyalurkan hobinya tersebut. Asalkan kepuasannya tersalurkan dan tingkat keamanannya terjamin. Pelaku voyeurisme ternyata tidak sekadar keranjingan mengintip, sebab sebagian pelaku mengaku bahwa perbuatan mengintip akan disertai dengan masturbasi. Sejumlah pelaku secaras engaja ada yang berhasil merekam hasil intipan mereka yang tentunya akan dapat diintip (kaliini ditonton) berkali-kali. Yang perlu dikhawatirkan adalah pelaku voyeurisme yang menyebar-nyebarkan gambar kepublik. Bisa jadi video atau gambar foto yang diambil para pelaku voyeurisme menjadi kasus besar yang memalukan korban pengintipan. Apapun alasannya voyeurisme tetap membahayakan kita

1.2  Masalah
Adapun masalah yang akan diangkat dalam makalah ini:
1.      Apa yang di maksud dengan Voyeurisme?
2.      Menjelaskan tentang diagnosis Voyeurisme!
3.      Menyebutkan penyebab dari Voyeurisme!
4.      Bagaimana cara penanggulangan Voyeurisme?
5.      Bagaimna cara pencegahan Voyeurisme?

1.3  Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengertian Voyeurisme, diagnosis Voyeurisme, penyebab Voyeurisme, cara penanggulangan Voyeurisme, dan cara pencegahan Voyeurisme.

1.4  Manfaat
Diharapkan dari pembuatan makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber bacaan dan literature bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Voyeurisme
Voyeurisme berasal dari bahasa Perancis Voyeur yang berarti "melihat/mengintip".  Arti sebenarnya dari voyeurisme adalah tindakan untuk mendapatkan rangsangan maupun kepuasan seks, dengan terlebih dulu melihat orang lain telajang bahkan melepaskan pakaian. Namun anehnya, orang yang menderita voyeurisme baru merasa puas, jika orang yang diintip itu tidak tahu jika dirinya dilihat.
Voyeurisme adalah sebuah kelainan jiwa, di dunia kedokteran dikenal sebagai istilah skopofilia. Ciri utama voyeurisme adalah adanya dorongan yang tidak terkendali untuk secara diam-diam mengintip atau melihat seseorang yang berlainan jenis atau sejenis tergantung orientasi seksual berbeda yang sedang telanjang, menanggalkan pakaian atau melakukan kegiatan seksual. Dari ini, penderita biasanya memperoleh kepuasan seksual.
Voyeurisme sejati tidak akan terangsang jika melihat seseorang yang tidak berpakaian di hadapannya. Mereka hanya terangsang dengan melakukan pengintipan. Dengan mengintip mereka mampu mempertahankan keunggulan seksual tanpa perlu mengalami risiko kegagalan atau penolakan dari pasangan yang nyata.

2.2 Diagnosis Voyeurisme
Menurut American Psychiatric Association dalam Diagnostic and Statistical Mannual of Mental Disorder fourth edition (DSM-IV), kriteria diagnosa untuk voyeurisme ialah seperti berikut :
1.      Seseorang dengan kebiasaan melihat orang yang sedang telanjang, menanggalkan pakaian, atau orang lain yang sedang melakukan aktivitas seksual, yang dilakukan untuk membangkitkan hasrat seksual, dilakukan berulang kali, dan terus menerus dalam kurun waktu minimal 6 bulan.
2.      Pelaku voyeurisme mengalami penderitaan dan frustasi berat sehingga mengganggu hubungan sosial, pekerjaan, dan aktivitas hariannya yang lain disebabkan oleh fantasi seksual dan kegiatan pengintipannya.
Menurut PPDGJ-III, pedoman diagnostic pada voyeurisme adalah;
1.      Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk melihat orang yang sedang berhubungan seksual atau berprilaku intim seperti sedang menanggalkan pakaian.
2.      Hal ini biasanya menjurus kepada rangsangan seksual dan masturbasi, yang dilakukan tanpa orang yang diintip menyadarinya.

2.3 Penyebab Voyeurisme
1.      Rasa ingin tahu yang sangat mendominasi dirinya tentang aktivitas seksual.
2.      Penyebab voyeurisme mencakup faktor psikososial. Menurut teori psikoanalitik klasik dikatakan bahwa pasien penyimpangan seksual (voyeurism) dikarenakan kegagalan dalam menyelesaikan proses perkembangan normal menuju penyesuaian heteroseksual.
3.      Ketidak-adekuatan relasi dengan lawan jenis dan rasa ingin tahu yang sangat mendominasi dirinya tentang aktivitas seksual.
4.      Pernah mengalami trauma psikologis dari perlakuan jenis kelamin lain yang menambah kadar rasa kurang percaya diri.
5.      Adanya informasi dari berbagai media yang menyumbang pada kebebasan pornografi
6.      Adanya rauma pada usia anak.
7.      Ketidaksengajaan melihat orang sedang telanjang, sedang melepas pakaian, atau orang yang sedang melakukan hubungan seksual.

2.4  Cara Penanggulangan Voyeurisme
Penanganan yang lebih manusiawi adalah dengan terapi kognitif dan tingkah laku untuk memberikan kesadaran pada penderita agar menghilangkan kebiasaannya. Tetapi dari data yang tercatat, rata-rata penurunan frekuensi dan intensitas perilaku hanya 50% dan memerlukan waktu yang relatif lama. Penggunaan obat-obatan atau zat-zat kimia organik juga dapat dilakukan untuk mengurangi perilaku penyimpangan seksual. Zat yang digunakan biasanya adalah Depo-Provera, Androcur atau Triptorelin. Dengan terapi obat ini, ketidakstabilan hormon penderita dimanipulasi sedemikian rupa sehingga dorongan seksual yang dimilikinya menurun. Namun, meski sudah diberikan obat-obatan, secara psikologis harus tetap dilakukan perbaikan sebab obat-obatan itu hanya mempengaruhi aspek fisologis. Sedangkan aspek psikologisnya yang dianggap sebagai penyebab utama perlu ditangani secara psikologis pula.

Terapi
Penyimpangan seksual tidak hanya bersangkutan dengan pemuasan dorongan seksual saja tetapi seringkali merupakan mekanisme pertahanan diri terhadap perasaan-perasaan tidak senang. Ketakutan-kecemasan, dan depresi. Oleh karena itu usaha penyembuhannya di samping menggunakan pendekatan klinis, juga menggunakan metode multidisipliner. Terapi dapat berupa psikoterapi, terapi perilaku, kognitif, sosioterapi, terapi hormonal dan farmakoterapi.
·         Psikoterapi
Psikoterapi berorientasi tilikan adalah pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengobati parafilia. Pasien memiliki kesempatan untuk mengerti dinamikanya sendiri dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan perkembangan parafilia. Secara khusus, mereka menjadi menyadari peristiwa sehari-hari yang menyebabkan mereka bertindak atas impulsnya. Psikoterapi juga memungkinkan pasien meraih kembali harga dirinya dan memperbaiki kemampuan interpersonal dan menemukan metoda yang dapat diterima untuk mendapatkan kepuasan seksual.
·         Cognitive-Behavioral Therapy (CBT)
Pada terapi ini seorang voyeur harus belajar untuk mengendalikan impuls (dorongan) untuk melihat aktivitas seksual orang lain dan memahami cara mendapatkan kepuasan seksual yang sebenarnya. Pasien diberi keberanian dalam mengutarakan masalah yang terdapat pada perilaku mereka serta berusaha mengubah pola piker yang salah. Terapi ini juga menggabungkan teknik yang mencegah terjadinya relaps yaitu dengan membantu pasien untuk mengontrol perilaku yang tidak diinginkan dengan cara menghindari situasi yang mungkin membangkitkan keinginannya tersebut. Keberhasilan terapi ini belum jelas.
·         Farmakoterapi
Farmakoterapi biasanya diberikan pada voyeurisme yang sulit terkendali dengan psikoterapi maupun Behavioral terapi. Farmakoterapi bertujuan untuk menurunkan dorongan yang kuat (kompulsif) yang dihubungkan dengan parafilia.
Beberapa golongan obat yang dapat membantu penyembuhan antara lain:
Anti depresan.
Preparat hormonal- GnRH (gonadotropin-releasing hormones).
Anti-androgen, Cyproteron Asetat (CPA) dan Medroxyprogesteron Asetat (MPA).
·         Sosioterapi
Pendekatan kepada penderita hendaknya dengan penuh pengertian, tidak dengan menghakimi atau mempersalahkan. Selain itu, bisa dicoba untuk menyelami perasaan, karena acapkali gangguan tersebut terbentuk dari keinginan dan pengalaman masa lalu.

2.5  Cara Pencegahan Voyeurisme 
Banyak ahli berpendapat bahwa dengan adanya pedoman mengenai perilaku yang menurut budaya setempat dapat diterima akan mencegah berkembangnya perilaku parafilia termasuk voyeurisme. Dalam banyak hal voyeurisme dapat ditemukan secara tidak sengaja dengan cara pemuasan seksual lainnya, tetapi tidak ada yang bisa memprediksi bagaimana hubungan antara hal tersebut terjadi.
Masyarakat dapat meminimalisir insiden voyeurisme dengan cara antara lain menutup tirai, menutup jendela rapat-rapat, dan melakukan aktivitas seksual di tempat tertutup dan sebaiknya tanpa cahaya lampu bagi yang tinggal di kawasan padat penduduk misalnya rumah susun, asrama, dan sebagainya.
Selain itu diperlukan suatu undang-undang atau peraturan yang dapat menindak tegas setiap bentuk perilaku menyimpang seksual termasuk voyeurisme, yang dapat menyeret pelakunya ke meja hukum sehingga ada rasa takut untuk mengulangi perbuatannya, karena selama ini voyeurisme dianggap bukan sebagai tindakan kriminal karena sifatnya yang tidak menyakiti korbannya.






BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.      Voyeurisme adalah tindakan untuk mendapatkan rangsangan maupun kepuasan seks, dengan terlebih dulu melihat orang lain telajang bahkan melepaskan pakaian. Namun, orang yang menderita Voyeurisme baru merasa puas, jika orang yang diintip itu tidak tahu jika dirinya dilihat. Kerena dengan mengintip mereka mampu mempertahankan keunggulan seksual tanpa perlu mengalami risiko kegagalan atau penolakan dari pasangan yang nyata.
2.      Pada dasarnya voyeurisme merugikan kedua belah pihak yaitu pelakunya sendiri dan korban tentunya. Voyeurisme sulit untuk dihentikan bila tidak ada motivasi dan kesadaran dari pelakunya, diperlukan suatu aturan hukum yang dapat menindak tegas pelakunya.
3.2 Saran
Saran yang dapat kami ajukan yaitu sebaiknya jika ingin mandi dan mengganti pakaian usahakan menutup tirai atau menutup jendela rapat-rapat. Bagi yang ingin melakukan hubungan seksual sebaiknya melakukan aktivitas seksual di tempat tertutup dan sebaiknya tanpa cahaya lampu bagi yang tinggal di kawasan padat penduduk misalnya rumah susun, asrama, dan sebagainya.










DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar